Minggu, 13 Februari 2011

wacana


Lihatlah bunga-bunga di taman. Ketika tukang kebun memetik bunga-bunga tersebut, tunas-tunas bermekaran bahwa besok adalah giliran mereka untuk dipetik, dan rupa bunga-bunga itu penuh dengan kegembiraan ketika mengungkapkan harapan tersebut. Apakah mereka merasakan kesedihan? Apakah mereka menjadi layu? Apakah mereka kurang bercahaya? Tidak. Saat mereka mengetahui bahwa hari berikutnya adalah giliran mereka, mereka membuat diri mereka siap dengan penuh semangat dan kegembiraan. Begitu juga, seseorang harus siap di jalan Sadhana (praktek spiritual), dengan penuh semangat mengingat Nama Tuhan, tanpa perlu khawatir dan merasa sedih ketika kita mungkin harus meninggalkan pesawat duniawi ini.
Veda meletakkan empat tujuan pada manusia: Dharma (kebajikan), Artha (kekayaan), Kama (keinginan), dan Moksha (pembebasan). Tetapi hal tersebut harus dilaksanakan dengan berpasangan, Dharma dan Artha bersama-sama serta Kama dan Moksha bersama-sama. Artinya, Artha harus didapatkan melalui Dharma, Kama harus untuk mencapai Moksha. Tetapi manusia menggunakan keempatnya secara terpisah dan akhirnya kehilangan segalanya. Manusia menempatkan ini dalam bagian-bagian yang terpisah dan mengambil rencana-rencana yang berbeda untuk mencapainya. Dia menempatkan Dharma dan Moksha di luar dirinya dan menyia-nyiakan hidupnya hanya pada pengejaran Artha dan Kama. Hal ini akan mengarah pada kehancuran.
Keinginan-keinginan terus menerus berkembang. Keinginanlah yang menyebabkan kelahiran dan juga menyebabkan kematian. Jika engkau tidak memiliki keinginan, engkau tidak perlu lagi melewati kelahiran dan kematian. Kelahiran berikutnya adalah hasil dari keinginan yang tidak terpenuhi selama kehidupan ini. Tetapi keinginan untuk mengetahui Tuhan, mencintai Tuhan, dan dicintai oleh Tuhan adalah keinginan yang tidak mengikat. Ketika kesadaran akan Tuhan muncul dalam segala kemuliannya, setiap keinginan duniawi, serta kesenangan duniawi, dilebur menjadi abu. Pribadi yang individual akan menuju Pribadi Universal dan mencapai pencerahan menuju kedamaian abadi yang tertinggi.
Untuk mencapai keberhasilan dalam setiap pekerjaan, Sadbhava atau kebajikan adalah yang sangat penting. Tanpa takut akan berbuat dosa, kebajikan tidak dapat diwujudkan dan cinta-kasih pada Tuhan juga tidak akan berkembang. Dari rasa takut akan dosa ini, maka muncullah bhakti yang menuntun kita untuk memuja Tuhan. Tubuhmu diibaratkan sebuah mobil karavan yang berkelana dari tempat yang satu ke tempat yang lain, pikiranmu adalah penjaganya dan jiwamu adalah sang peziarahnya. Untuk perjalanan menuju keabadian, tidak ada yang dapat diandalkan selain mengingat Nama Tuhan. Begitu manisnya Nama Tuhan telah dialami, engkau tidak akan mengalami kelelahan, ketidaknyamanan, atau kemalasan. Engkau akan menyelesaikan perjalanan dengan gembira, penuh semangat, dan dengan keyakinan yang mendalam.
Kekayaan yang di peroleh melalui anugerah Ibu Veda adalah kebijaksanaan yang paling tinggi. Untuk alasan ini, para pencari spiritual jaman dulu berdoa pada Tuhan,”Ya Tuhan, Engkau sesungguhnya adalah perwujudan Veda. Perhatianku bukanlah pada kekayaan duniawi, tetapi berilah aku kebijaksanaan yang merupakan sumber Paramaishwarya (kekayaan tertinggi). Aku akan mengisi sepenuhnya dengan kekayaan tersebut dan karenanya dapat dimanfaatkan untuk melayani Engkau, Engkau juga akan senang ketika aku memilikinya.”


Engkau seharusnya menggunakan mata, telinga, dan lidah dengan baik, yang telah dianugerahkan Tuhan kepadamu. Siapapun yang mampu mengendalikan inderanya akan mencapai keagungan. Oleh karena itu seseorang seharusnya memupuk kebajikan dan mencapai Ketuhanan. Ini adalah tujuan utama dan dasar dari semua pendidikan. Mereka yang kehilangan kebajikan ini sesungguhnya adalah setan. Ini adalah intisari dan pesan dari kitab Ramayana. Jangan pernah mengabaikan ajaran-ajaran ini. Ajaran ini adalah untuk membebaskan dan menyelamatkan umat manusia. Praktekkanlah dalam hidupmu.
Apa gunanya merencanakan membuat sumur, bila rumah telah terbakar? Kapan sumur akan digali? Kapan air akan tersedia dan kapan api akan dipadamkan? Bukankah ini pekerjaan yang tidak mungkin? Jika di awal, sumur digali, bukankah dapat membantu pada saat yang kritis? Mulai merenungkan Tuhan pada saat-saat terakhir sama seperti mulai menggali sumur setelah rumah terbakar. Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi selanjutnya. Oleh karena itu, mulai saat ini, libatkanlah dirimu dalam merenungkan Tuhan dan lakukan praktek spiritual. Stamina fisik sangat diperlukan dalam Sadhana (praktek spiritual), sehingga rawatlah tubuhmu dengan penuh perhatian. Tetapi ingatlah, bahwa merawat tubuh dengan berlebihan, juga berbahaya.
Tubuh manusia adalah alam itu sendiri. Tubuh ibarat sebatang pohon. Cinta-kasih Ilahi adalah akarnya. Keinginan-keinginan adalah cabang-cabang yang menjalar keluar. Kualitas, sifat dan cara bertingkah laku yang didasarkan pada sifat sejati adalah bunganya. Kegembiraan dan kesedihan adalah buahnya. Darah mengalir melalui dan mengaliri setiap bagian dari tubuh. Demikian juga, Tuhan mengalir di dalam tubuh dan melalui serta mengaktifkan setiap tempat di dunia.
Rig Veda mengajarkan kesatuan. Ini mendorong semua makhluk hidup memiliki pikiran yang baik yang diarahkan pada tujuan yang baik. Ini menegaskan bahwa semua hati harus diisi dengan perasaan baik yang sama. Semua makhluk harus menapaki jalan Kebenaran, karena semuanya adalah manifestasi dari Tuhan yang sama. Beberapa orang menganggap bahwa pelajaran dari kesatuan umat manusia adalah sesuatu yang baru dan kemajuan itu patut dihargai. Pada masa Rig Veda, konsep ini dinyatakan jauh lebih jelas dan tegas dibandingkan dengan saat ini. Semua adalah percikan api yang sama dari Tuhan. Rig Veda juga mengharapkan bahwa perbedaan dan pertentangan tidak seharusnya dipaksakan dan bersifat universal, pandangan inklusif ini harus dikembangkan.
Orang-orang cenderung menunda melakukan kewajiban mereka. Tetapi untuk melakukan praktek spiritual, tidak ada hari kemarin dan tidak ada hari esok. Saat ini adalah saatnya. Jika engkau mengukir pemahaman ini di hatimu, maka engkau dapat menyatu dengan Dewa Siwa. Jika kebenaran ini tidak diterima, dan engkau tenggelam dalam tujuan hari ini dan esok, dan meletakkan dasar bagi keterikatan duniawi! Selanjutnya engkau akan dilahirkan berulang-ulang dan mendapatkan Darshan Dewa Yama (Dewa Kematian)! Mereka yang menyadari kebenaran ini tidak akan gagal sedikitpun dalam praktek spiritual. Ini adalah hak setiap pencari spiritual untuk mendapatkan penglihatan Dewa Siwa.
Hidup tanpa mengendalikan indera bukanlah sebuah kehidupan yang pantas. Engkau telah dianugerahi dengan berbagai kemampuan dan jika engkau tidak mengendalikan inderamu dan mengarahkannya dengan benar, maka hidup adalah sia-sia. Vidya atau pendidikan sejati akan membantumu untuk mencapai keberhasilan dalam proses ini. Vidya mengembangkan kerendahan hati dan melalui kerendahan hati, engkau mendapatkan kelayakan dalam menjalani pekerjaan. Kelayakan menganugerahkan kesejahteraan. Seseorang yang hidupnya sejahtera mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik dan menjalani hidup dengan benar. Menjalani hidup dengan benar akan menganugerahkan kebahagiaan saat ini dan juga di masa yang akan datang.
Suku kata ‘man’ dalam kata ‘Manthra’ menunjukkan proses penyelidikan melalui pikiran. Suku kata ‘thra’ berarti yang memiliki kemampuan untuk membebaskan atau menyelamatkan. Singkatnya, ‘Manthra’ adalah yang menyelamatkan engkau, ketika pikiranmu merenungkan hal tsb. Sewaktu upacara, ritual, dan pengorbanan dilakukan, engkau seharusnya mengingatkan dirimu sendiri tentang sifat dan makna dari upacara, ritual, dan pengorbanan yang dilakukan. Engkau harus mengulang Manthra untuk mencapai tujuan dalam berdoa. Jika engkau mengucapkan Manthra tanpa mempelajari maknanya, Manthra yang engkau ucapkan tidak akan membuahkan hasil. Engkau bisa mendapatkan pahala penuh, hanya ketika engkau mengucapkan manthra dengan pengetahuan tentang arti dan maknanya.
Hanya setelah perasaan “aku” dan “kepunyaanku” ditaklukkan, seseorang menjadi bhakta. Hati bhakta seperti itu akan dipenuhi dengan perasaan belas kasihan dan keinginan untuk berbuat baik pada dunia. Ini adalah kebahagiaan tertinggi yang mereka capai sehingga mendorong mereka untuk bertindak dengan cara ini. Mereka tidak mendambakan apapun, selain menyatu dengan Tuhan mereka yang terkasih. Dengan satu tujuan ini dalam pikiran, tanpa memperhatikan suka dan duka, tanpa memperhatikan kepuasan diri mereka sendiri, mereka melibatkan diri dalam praktek spiritual dengan mantap, terus-menerus, dan dengan keyakinan, dan setelah memahami Realitas ini, mereka mencapai kepuasan penuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar