Kamis, 18 November 2010

Penggunaan Penjor pada Waktu Hari Raya Galungan


  1. Pengertian.
    Penjor adalah salah satu sarana Upakara dalam merayakan Hari Raya Galungan, dan merupakan simbul Gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan, seperti halnya Gunung Agung, di mana terletak Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan terbesar bagi umat Hindu di Indonesia.
  2. Bahan dari Perlengkapan
    1. Bahan penjor adalah sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan daun. kelapa/ daun enau yang muda serta daun- daunan lainnya (Plawa).
    2. Perlengkapan adalah pala bungkah (umbi- umbian) misalnya ketela rambat; pala gantung seperti kelapa, mentimun, pisang dan sebagainya; pala wija (biji- bijian) yaitu- jagung, padi dan sebagainya jajan. 11 uang kepeng/ logam, serta sanggah lengkap dengan sesajennya. Pada ujung penjor digantungkan sampian penjor lengkap dengan porosan (sirih, kapur, pinang) dan bunga.
    3. Pada hari Kuningan sesajennya dilengkapi dengan endongan, tamiang dan kolem.
  3. Tujuan Pemasangan.
    Tujuan pemasangan penjor sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bhakti dan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi Wasa dalam prabawa- NYA sebagai Hyang Giripati.
  4. Waktu Pemasangan.
    1. Pemasangan penjor dilaksanakan pada hari Anggara Wage wara Dungulan (sehari sebelum Galungan) setelah menghaturkan ''banten Penampahan Galungan".
    2. Penjor dapat dicabut pada hari Redite Umanis Langkir (sehari setelah Kuningan). Sementara itu perlengkapan seperti sampian, lamak serta perlengkapan upakara Galungan lainnya dapat dibakar dan abunya sebagian disimpan pada kelapa gading muda yang dikasturi.
    3. Pada hari Budha Kliwon Pahang (35 hari setelah Hari Raya Galungan), abu dalam kelapa gading tersebut di atas dilengkapi dengan sarana kawangen dan 11 uang kepeng/ logam selanjutnya ditanam di pekarangan rumah atau dihanyutkan disertai permohonan pakukuh jiwa urip (kadirgayusan).
  5. Tempat Pemasangan.
    Penjor dipasang atau ditancapkan pada "lebuh" di depan sebelah pintu masuk pekarangan rumah. Sedangkan sanggah dan lengkungan ujung penjor menghadap ke tengah jalan.

Kramaning Sembah


Kramaning Sembah



KRAMANING SEMBAH
Ketetapan Mahasabha VI Parisada Hindu Dharma Indonesia
Nomor : I/TAP/M.SABHA/1991
Tentang Tata Keagamaan

Pendahuluan
Tiap-tiap piodalan di Pura orang-orang sembahyang, disamping mempersembahkan banten. Demikian Pula pada rerainan-rerainan lainnya seperti Galungan, Kuningan, Purnama Tilem dan sebagainya. Pada Hari Raya Saraswati hampir semua murid sembahyang disekolah masing-masing. Persembahyanganpun juga dilakukan pada waktu  taur, pada waktu pemlaspas tempat-tempat suci dan sebagainya. Ada sembahyang yang dilakukan sendiri-sendiri, ada sembahyang dilaksanakan bersama-sama yang diantar oleh seorang Sulinggih. Agar persembahyangan itu berjalan dengan baik maka perlu adanya pedoman untuk itu. Berikut ini adalah pedoman sembahyang yang telah ditetapkan Mahasabha Parisada Hindu Dharma ke VI.
Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan. 
Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenanagan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana prasarana sembahyang adalah sebagai berikut:
Asuci Laksana.  Pertama-tama orang membersihkan badan dengan mandi. Kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati.
Pakaian. Pakaian waktu sembahyang supaya diusahakan pakaian yang bersih serta tidak mengganggu ketenangan pikiran. Pakaian yang ketat atau longgar, warna yang menjolok hendaknya dihindari. Pakaian harus disesuaikan dengan dresta setempat, supaya idak menarik perhatian orang.
Bunga dan Kuwangen. Bunga dan Kuwangen adalah lambang kesucian supaya diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika dalam persembahyangan tidak ada kewangen dapat diganti dengan bunga. Ada beberapa bunga yang tidak baik untuk sembahyang. Menurut Agastyaparwa bunga-bunga tersebut seperti berikut: Nihan Ikang kembang yogya pujakena ring bhatara: kembang uleran, kembang ruru tan inunduh, kembang laywan, laywan ngaranya alewas mekar, kembang munggah ring sema, nahan talwir ning kembang tan yogya pujakena de nika sang satwika.  Artinya: Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Bhatara, bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa digoncang, bunga-bunga yang berisi semut, bunga yang layu, yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang yang baik-baik.
Dupa. Apinya dupa adalah simbul Sanghyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Sanghyang Widhi. Setiap yadnya dan pemujaan tidak luput dari penggunaan api. Hendaknya ditaruh sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan teman-teman disebelah.
Tempat Duduk. Tempat duduk hendaknya diusahakan duduk yang tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang. Arah duduk ialah menghadap pelinggih. Setelah persembahyangan selesai usahakan berdiri dengan rapi dan sopan sehingga tidak menganggu orang yang masih duduk sembahyang. Jika mungkin agar menggunakan alas duduk seperti tikar dan sebagainya.
Sikap Duduk. Sikap duduk dapat dipilih dengan tempat dan keadaan serta tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap duduk yang baik pria ialah sikap duduk bersila dan badan tegak lurus, sikap ini disebut Padmasana. Sikap duduk bagi wanita ialah sikap Bajrasana yaitu sikap duduk bersimpuh dengan dua tumit kaki diduduki. Dengan sikap ini badan menjadi tegak lurus. Kedua sikap ini sangat baik untuk menenangkan pikiran.
Sikap Tangan. Sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah "cakuping kara kalih" yaitu kedua telapak tangan dikatupkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kuwangen dijepit pada ujung jari.

Urutan-Urutan Sembah
Urutan-urutan sembah baik pada waktu sembahyang sendiri ataupun sembahyang bersama yang dipimpin Sulinggih atau seorang Pemangku adalah seperti berikut:
1. Sembah Puyung/tanpa Bunga
  Mantram :
  Om atma tatwatma soddha mam svaha
  Artinya :
  Om atma atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba.

2. Menyembah Hyang Widhi sebagai Hyang Aditnya
  Mantram :
  Om aditysyaparam jyoti,
rakta teja namo'stute,
svetapankaja namo'stute,
bhaskaraya namo' stute,
  Artinya:
  Om Sinar Surya yang maha hebat, 
Engkau bersinar merah,
hormat pada-Mu,
  Engkau yang berada ditengah-tengah teratai putih, hormat pada-Mu pembuat sinar.
  Sarana : Bunga

3. Menyembah Tuhan sebaga Ista Dewata pada hari dan tempat Persembahyangan :
  Ista Dewata artinya Dewata yang diingini hadirnya pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah perwujudan Tuhan dalam berbagai-bagai wujud-Nya seperti Brahma, Wisnu, Iswara, Saraswati, Gana, dan sebagainya. Karena itu mantramnya bermacam-macam sesuai dengan Dewata yang dipuja pada hari dan tempat itu. Misalnya pada hari Saraswati yang dipuja adalah Dewi Saraswati dengan Saraswati Tattwa. Pada hari lain dipuja Dewata yang lain dengan Stawa-stawa yang lain pula.
  Pada Persembahyangan umum seperti pada Hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Hyang Siwa yang berada dimana-mana. Stawanya sebagai berikut:
  Om nama deva adhisthanaya,
Sarva vyapi vai sivaya,
padmasana ekaprastisthaya,
Ardhaneresvaryai namo namah
  Artinya :
  Om, kepada yang bersemayam pada tempat yang tinggi,
kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada dimana-mana,
kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat,
kepada Ardhanaresvari, hamba menghormat.
  Sarana : Kuwangen

4. Menyembah Tuhan sebagai Pemberi Anugrah
  Mantram :
  Om anugraha manohara,
devadattanugrahaka,
Deva devi mahasiddhi,
yajnanga nirmalatmaka,
laksmi siddhisca dirgayuh
nirwighna sukha viddhisca
  Artinya:
  Om, Engkau yang menarik hati, pemberi anugrah-anugrah pemberian dewa, pujaan semua pujaan hormat pada-Mu pemberi anugerah.
Kemahasidian Dewa Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan.
  Sarana : Kuwangen

5. Sembah Puyung/tanpa Bunga
  Mantram :
  Om deva suksma paramacintyaya nama svaha.
  Artinya :
  "Om, hormat pada Dewa yang tak terpikirkan yang maha tinggi yang maha gaib"

 

saraswati


Ketika dalam penanggalan kalender Jawa-Bali menunjukkan hari Sabtu Umanis Watugunung umat Hindu melaksanakan kegiatan pemujaan kepada Dewi Saraswati sebagai Dewi penguasa ilmu pengetahuan. Pada hari suci Saraswati umat Hindu membuat berbagai sarana / upakara sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menunjukkan rasa Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi Saraswati. Tentu menarik perhatian kita , bagaimana proses masuknya hari “ Puja Saraswati “ kedalam system kalender wuku (kalender Jawa-Bali) padahal di India sendiri puja Saraswati diadakan pada awal musim semi antara Januari dan Februari (Kinsley,1986:64; Benerjea, 1987:69).
Saraswati dalam bahasa sansekerta bermakna sesuatu yang mengalir,percakapan,katakata. Di dalam kitab suci Weda Saraswati dipuja sebagai Dewi sungai. Posisinya sebagai Dewi kata-kata baru ditemui dalam kitab-kitab Brahmana.Ramayana,dan Mahabharata. Belakangan Saraswati dikenal seagai Sakti Dewa Brahma. Nama lain dari Dewi Saraswati adalah Bharati,Brahmi,Putkari,Sarada,Wagiswari (John Dowson,1979:285; Davane,1968). Ragunath Airi menyatakan bahwa dipujanya Saraswati sebagai Dewi Sungai tidak lepas dari keinginan untuk mendapatkan kemakmuran,kesejahteraan hidup,oleh karena itu sungai Saraswati kemudian sangat disucikan sebagaimana sungai gangga dan jamuna. Dengan demikian Saraswati sejatinya telah muncul sejak jaman Weda, seiring perkambangannya Saraswati memiliki banyak galar yang merupakanpengejawantahan dari salah satu ayat dalam kitab suci yaitu :Ekam satwiprah bahuda wadanti,yang artinya hanya satu Tuhan tetapi para orangarif bijaksana menyebut-NYA dengan banyak nama.
Saraswati dipuja sebagai dewi kata-kata dikaitkan dangan cerita kitab Itihasa yaitu Ramayana yang menceritakan pada saat Rahwana bertapa bersama Kumbhakarna para Dewa sangat khawatir terhadap permintaan Kumbhakarna untuk mendapatkan tahta Indra, kemudia para Dewa meminta pertolongan kepada Dewi Saraswati untuk tinggal di Bungkahing lidah Kumbhakarna agar Kumbhakarna tidak meminta sesuatu yang bukan haknya. Akhirnya kumbhakarna salah dalam pengucapan Tahta Indra menjadi Tatanindra yang artinya tempat tidur sehingga Kumbhakarna dikenal sebagai penidur.
Saraswati dikenal sebagai Dewi Ilmu pengetahuan karena sebuah kisah dalam purana yang menyebutkan ketika Saraswati turun kedunia,beliau memiliki saudara yang bernama Saraswata. Saraswata sangatlah bodoh banyak Guru yang tidak mau mengajarinya. Saraswati merasa kasihan kepada saudaranya itu kemudian Saraswati mengajarkan kepada saraswata intisari dari ke empat Weda yang sangat luas kepada Saraswata hanya dalam waktu 4 hari. Bahkan Narada pun dibuat bingung akan luasnya intisari Weda yang di ajarkan oleh Saraswati oleh karena itulah Dewi Saraswati Disebut sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan.
            Perwujudan Dewi Saraswati mengandug makna simbolik ,diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Dewi Saraswati yang sangat cantik adalah personifikasi dari aspek feminim sang pencipta yang melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu sangat menarik
  2. Wina adalah simbol Rta ( tertib alam ) dan Nada Brahman ( irama alam semesta )
  3. Genitri adalah simbol doa dan pemusatan pikiran,dan memiliki makna ilmu pengetanuan tiada awal dan akhir.
  4. Gulungan daun palma ( lontar ) adalah simbol dari buku ( kitab ) merupakan tempat tersimpannya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
  5. Burung merak adalah simbol dari ego yang harus ditaklukkan.
  6. Burung swan ( angsa ) adalah simbol wiweka ( kemampuan menimbang-nimbang atau memilih yang lebih baik dan benar ).
  7. Teratai adalah simbol nilai ilmu pengetahuan itu suci,tidak ternodai oleh ketidakbenara.
Di Bali Dewi Saraswati disebut juga Wagiswari Dhatridewi, lambang-NYA yang lebih dikenal berupa aksara ( dalam hal ini Aksara Bali ) Aksara Bali disamping merupakan lambang bunyi, juga terdapat aksara suci yang mengandung nilai magis,seperti aksara modre, loka natha,yang dipakai dalam aji kadyatmikan dan sebagainya. Dalam lontar Siwagama ada disebutkan bahwa sesungguhya carik dan bisah adalah asal dan kembalinya semua aksara     (“jatunya carik lawan wisah,sangkan paraning sastra kabeh”). Carik dan bisah kalau disandangkan pada aksara suara “A”, maka akan terbentuk aksara rwa bhineda Ang dan Ah, yaitu lambang purusa dan pradana, pati urip. Carik sama dengan cecek yang mempunyai makna konotatif aksara atau tulisan (penyarikan=juru tulis, sing nawang cecek=tidak mengetahui tulisan atau hurup). Rupanya cecek yang mempunyai makna tulisan ini kemudian diasosiasikan ke dalam cecek binatang ( binatang cecak ) yang kebetulan kepercayaan kepada cecak (totemisme) yang sudah ada sebelum agama Hindu dating ke Bali. Dalam hubungan ini kita juga mengenal angsa ( Aksara ) dengan angsa binatang. Yang disebut aksara angsa adalah ulu candra yaitu aksara yang tidak dibunyikan sebelum disandangkan pada aksara lain (I.B Kade Sindu).yangjelas bahwa yang dianggap sebagai Lingga atau pralingga dari Dewi Saraswati adalah lontar ,pustaka suci,kitab suci dan buku keagamaan dan tuntunan hidup lainnya.
Memuja Saraswati berarti memuja dan menjunjung tinggi nilai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Ilmu pengetahuan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengusir ketidaktahuan(awidya). Awidya adalah sumber kesengsaraan. Dalam kitab sarasamuccaya disebutkan sebagai berikut:
Sang kinahaning kaprajnan ngaranya,tan alara yan panemu dukha,tan angirang yang panemu sukha tatan kataman krodha,mwang takut,prihati,langgeng mahening juga tutur nira,apan majnana,muniwi ngaraning majnana. ( sarasamuccaya.505 ).
Artinya:
Yang disebut orang yang memiliki kaprajnan(kebajikan),tidak bersedih hati jika mengalami kesusahan,tidak girang hati,jika mendapatkan kesenangan,tidak kerasukan nafsu marah dan rasa takut serta kemurungan,melainkan selalu tetap tenang juga pikirannya dan tutur katanya,karena berilmu,budi mulia pula disebut orang yang arif dan bijaksana.
            Kaprajnan adalah yang member cara pandang dan sikap mentalyang berpegang teguh pada kebenaran,sehingga tidak terombang ambing oleh perasaan duka,suka,benci,amarah,dan lain-lain. Kaprajnan dapat diperoleh dengan cara belajar dan berlatih terus menerus tanpa mengenal henti,karena ilmu pengetahuan dan kebajikan itu tidak ada batasnya.
Pelaksanaan hari suci Saraswati dilaksanakan mulai pagi hari sampai tengah hari yang merupakan waktu untuk memberikan penghormatan kepada dewi Saraswati sebagai penguasa ilmu pengetahuan yang diwujudkan dengan memberikan banten saraswati di atas buku-buku yang dikumpulkan pada satu tempat. Pada pagi hari umat Hindu melaksanakan persembahyangan dimaksudkan bahwa pada pagi hari pikiran kita masih jernih belum dipengaruhi oleh kesibukan dan rutinitas kita,sehingga diharapkan mampu menerima anugrah dari Dewi Saraswati berupa ilmu pengetahuan yang baru.
Pada malam harinya umat hindu mengadakan malam sastra untuk membahas ajaran agama Hindu yang berguna dalam kehidupan sehari hari. Kegiatan malam sastra hendaknya diikuti oleh seluruh umat Hindu karena pada malam sastra kita memiliki banyak waktu serta momentum yang tepat untuk membahas kegiatan keagamaan Hindu serta segala sesuatu yang diperlukan dalam usaha mempertahankan dan mengembangkan ajaran agama Hindu.
Setelah melaksanakan kegiatan malam sastra,besoknya redite pahing sinta umat Hindu melaksanakan banyu pinaruh. Banyu pinaruh berasal dari kata banyu yang artinya air dan pangaweruh yang artinya pengetahuan. Dengan melaksanakan banyu pinaruh diharapkan manusia tersadar akan sifatnya yang sejati. Manusia adalah mahluk yang paling sempurna karena memiliki pikiran,dari pikiran manusia memiliki pengetahuan,dari pengetahuan manusia dapat menolong dirinya dari suka dan duka,dari putaran  kehidupan dan kematian menuju “Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”.